KRI Irian adalah
sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov (Project 68-bis) milik TNI
AL pada tahun 1960-an. Kapal jenis ini adalah kapal penjelajah konvensional
terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita
Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno
dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan
dari kapal penjelajah kelas Chapayev
Desain
Kapal ini diperbaiki dan versi sedikit
membesar dari kapal penjelajah kelas Chapayev . Mereka memiliki perlindungan
persenjataan utama yang sama, mesin dan sisi sebagai kapal-kapal sebelumnya,
tapi telah meningkatkan kapasitas bahan bakar untuk rentang yang lebih besar,
sebuah lambung semua dilas, perlindungan bawah laut membaik, meningkat artileri
anti pesawat dan radar. Suite radar utama adalah: 1x 'Big Bersih atau radar
udara pencarian' Trough Top ' 1x 'High Saringan' atau radar udara pencari
'Saringan Rendah' 'Pisau Istirahat' 1x udara pencari radar * 'Bersih Slim 1x
udara pencari radar 1x 'Don-2' atau radar navigasi 'Neptune' Gun radar kontrol
2x 'Sun Visor' api 'Bow Top 2x 152mm radar kontrol senjata api Gun radar
kontrol 8x 'Telur Piala' api 'Watch Dog' 2x ECM sistem Para Nakhimov Laksamana
memiliki SS-N-1 anti-kapal peluncur rudal dipasang di tempat menara A dan B
sebagai percobaan pada tahun 1957. Instalasi ini tidak berhasil, kapal itu
cepat dihentikan dan digunakan sebagai kapal target di 1961. Para Dzerzhinsky
memiliki peluncur rudal SAM untuk SA-2, menggantikan menara belakangnya di
1960-62. Konversi ini juga tidak berhasil dan tidak ada kapal selanjutnya
dikonversi. Para Senyavin dan Zhdanov dikonversi menjadi kapal komando pada
tahun 1971 dengan mengganti menara belakang dengan akomodasi tambahan dan
elektronik. Kedua kapal perintah yang dilengkapi dengan dek helikopter dan
hangar bersama-sama dengan SA-N-4 sistem rudal SAM dan 4 senapan 30mm kembar.
Senjata
dan tenaga penggerak
Senjata artileri
KRI Irian
Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah,
dimana setiap turret berisi 3 meriam kaliber 6 inchi. Sehingga
total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya
10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533
mm
·
12 buah kanon tipe 57 cal. B-38 kaliber 15.2
cm (6 di depan, 6 di belakang)
·
12 buah kanon ganda tipe 56 cal. Model 1934 6
(twin) SM-5-1 kaliber 10 cm
·
32 buah kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
·
4 buah triple gun Mk5-bis
kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara)
Tenaga penggerak
Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian
mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6
buah ketel KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.
Tenaga total yang dihasilkan adalah @110.000
HP sampai 122.000 HP pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal seberat
13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum
yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot
Riwayat KRI Irian
KRI Irian sebelumnya
adalah kapal Ordzhonikidze (Орджоникидзе) (Object 055, diambil
dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo"
Ordzhonikidze) dari Armada Baltik AL Soviet, kemudian dibeli oleh pemerintah Indonesia tahun 1962.
Saat itu KRI Irian adalah kapal terbesar di belahan bumi selatan. Kapal ini
digunakan secara aktif untuk persiapan merebut Irian Barat.
Awal
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard,
Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan
tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952.
Persiapan
Pengoperasian di Indonesia
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah
Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Biro Desain Pusat #17 untuk
memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah
tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini dapat
dioperasikan pada suhu +40 °C, kelembapan 95%, dan temperatur air
+30 °C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut
Indonesia yang berkunjung ke kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak
sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi
dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator
tambahan.
Tanggal 14 Februari 1961 kapal
ini tiba di Sevastopol, dan tanggal 5 April 1962 kapal ini
memulai uji coba lautnya. Pada saat itu kru Indonesia (ALRI) untuk kapal ini
sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini, Bapak Yatijan, di
kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari
pelaut yang lain, banyak yang dikemudian hari mampu menduduki posisi penting.
Operasional
KRI Irian tiba di Surabaya pada 5
Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24
Januari 1963. Sebelumnya Uni Soviet tidak pernah menjual kapal dengan
bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum
pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan
kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error/coba-coba.
Bulan November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena
benturan hidrolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI
Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap
armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara
optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Kerajaan Belanda secara
drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.
Perbaikan
Pada 1964 kapal
penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan
akhirnya dikirim ke Vladivostok untuk perbaikan. Bulan Maret 1964,
KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut
melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah
dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik
dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian
menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tentu tidak mungkin terjadi di Uni Soviet).
Penugasan Kembali
Setelah perbaikan selesai pada bulan Agustus 1964 kapal
kembali berlayar menuju Surabaya dengan dikawal oleh destroyer AL Uni
Soviet. Setahun kemudian (1965), terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan
pemerintah praktis berada di tangan Jenderal Soeharto. Perhatian
Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno. Kapal ini dibiarkan
terbengkalai di Surabaya, bahkan kadang-kadang digunakan sebagai penjara bagi
lawan politik Soeharto.
Pemensiunan
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI
Irian setelah peristiwa G30S:
·
Versi pertama menyebutkan
bahwa tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah keadaannya hingga
sedikit demi sedikit mulai dibanjiri air. Tidak ada orang yang peduli untuk
menyelamatkan kapal penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo menjabat
sebagai KSAL, maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada
tahun 1972dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
·
Versi kedua,
menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini dijual ke Jepang setelah
persenjataannya dipreteli. "Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua
gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia,
selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi," kata Hendro.[5]
·
Versi ketiga menyebutkan
bahwa ketika dibawa untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI Irian dicegat
oleh kapal Uni Sovyet. Versi ketiga ini adalah analisis dari penulis sendiri
setelah membaca laporan dari berbagai majalah militer yang mengulas mengenai
persenjataan Uni Sovyet semasa Perang Dingin. Uni Soviet hanya
menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia
(1962) dan India (1989–scrap). Ada dugaan bahwa pihak yang paling tidak
menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah Uni
Soviet. Teori ketiga, ada kemungkinan Uni Soviet mencegat kapal tersebut dan
kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi
sejumlah hutang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan
melunaskannya. Dari ke-4 buah itu, hanya KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055)
yang keberadaannya masih misterius.
Kru Kapal
Perwira yang pernah bertugas di atas KRI
Irian adalah:
1.
Mantan Panglima TNI dan Menkopolkam di Kabinet Indonesia Bersatu, Laksamana (Purn.) Widodo
AS yang saat itu menjabat sebagai Perwira Senjata pada
tahun 1968.
2.
dr. Kartono Mohamad, kakak kandung dari Goenawan
Mohamad, pendiri Majalah Tempo. Beliau dokter definitif memang untuk kapal
perang ini. Ia pernah menjadi dokter di Kapal Penjelajah RI Irian semasa
bertugas di TNI-AL (1964-1975).
3.
dr. Tarmizi Taher, mantan Menteri Agama di Kabinet
Pembangunan VI, sebagai Perwira Kesehatan Sementara saat Paduka Yang
Mulia Presiden RI Dr.Ir. H.Soekarno dalam perjalanan dari Jawa ke Makasar di
KRI Irian.
4.
Semua Kelasi dan Perwira yang berjasa sejak
pendidikan di Rusia sejak pemberangkatan dari Surabaya menuju Rusia di
Sewastopol hingga kembali ke tanah air baik yang menggunakan atau
mengoperasikan Kapal Perang ini maupun yang kembali ke tanah air dengan kereta
api Trans Benua Asia. Hingga Kapal Penjelajah ini selamat sampai tujuan di
Indonesia. Mereka semua pahlawan pejuang kemerdekaan yang tidak dapat disebut
satu persatu dan mereka memiliki jiwa pejuang untuk berjuang demi bangsa dan
negara Indonesia secara keep and silent (this is secret operation) for
Indonesian Navy and died with keep and silent. Tidak banyak diceritakan oleh
mereka sebab mereka memahami bahwa dipundaknya para kru Kapal Penjelajah adalah
hidup untuk mati demi kejayaan bangsa dan negara. Biarlah kejayaan Armada Laut
Pejuang Samudera ALRI cukup mereka nikmati saat itu.
Trivia
·
Ada guyonan seputar KRI Irian: "Tak ada
yang ditakuti KRI Irian, termasuk Karel Doorman. Hanya satu yang menciutkan
nyalinya, yaitu Haji Syukri (juragan besi loakan ternama di
Surabaya). Dan ini memang sudah disadari bahwa besi tua tersebut termasuk di
dalamnya demikian benar adanya"